1.
Kedudukan
Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang
penting dalam negara kita. Hal ini terlihat dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda
yang berbunyi : “Kami poetra poetri
bangsa Indonesia mendjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” , dan
dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal khusus yang menyatakan bahwa “bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.
Selain itu ada beberapa alasan lain yang menguatkan betapa pentingnya bahasa
Indonesia sebagai bahasa ibu. Penting tidaknya suatu bahasa dapat terlihat dari
banyaknya jumlah penutur, luas penyebaran dan peranannya sebagai sarana ilmu,
seni sastra, dan pengungkap budaya.
Patokan yang pertama, yaitu jumlah penutur.
Jumlah penutur bahasa Indonesia memang tidak sebanyak jumlah penutur bahasa
Sunda maupun bahasa Jawa, akan tetapi jika jumlah itu ditambahkan dengan
penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kpertama
atau kedua, kedudukannya dalam deretan jumlah penutur berbagai bahasa di
Indonesia ada diperingkat pertama. Jumlah penutur bahasa Indonesia semakin lama
semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantara :
a.
Arus pindah ke kota
besar, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang harus dikuasai
sebagai alat berhubungan.
b.
Perkawinan antarsuku
yang mendorong orang tua untuk berbahasa Indonesia dengan anaknya.
c.
Generasi muda dalam
golongan warga negara yang berketurunan asing ada yang lagi tidak merasa perlu
menguasai bahasa leluhurnya.
d.
Orang tua masa kini
yang cenderung menjadikan anaknya penutur asli bahasa Indonesia.
Patokan yang kedua, yakni luas
penyebaran, jelas menempatkan bahasa Indonesia dibarisan depan. Sebagai bahasa
setempat, bahasa itu dipakai oleh orang di daerah pantai timur Sumatra, di
kepulauan Riau dan Bangka, serta di daerah pantai Kalimantan. Jenis bahasa
Melayu-Indonesia, yakni Melayu Indonesia yang bercampur dengan bahasa setempat,
didapati di Jakarta dan sekitarnya, Manado, Ambon, Banda, Larantuka dan Kupang.
Sebagai bahasa kedua, pemencarannya dapat disaksikan dari ujung barat sampai ke
ujung timur dan dari pucuk utara sampai ke batas selatan negeri kita. Sebagai
bahasa asing, bahasa Indonesia dipelajari di luar negeri, seperti Amerika
Serikat, Australia, Belanda, Ceko, Cina, Filifina, Inggris, India, Italia,
Jepang, Jerman, Korea, Prancis, Rusia dan Selandia Baru. Belum lagi bahasa
Malaysia dan bahasa Melayu di Singapura dan Brunei Darussalam yang jika
ditinjau dari sudut pandangan ilmu bahasa merupakan bahasa yang sama juga
dengan bahasa Indonesia.
Patokan yang ketiga, yakni peranannya
sebagai ilmu, seni sastra dan pengungkap budaya, menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia telah menjadi satu-satunya wahana dalam penyampaian ilmu pengetahuan
serta media untuk pengungkapan seni sastra dan budaya bagi semua warga
Indonesia dengan latar belakang budaya serta bahasa daerah yang berbeda-beda.
Dengan demikian, bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang sangat penting. Didalam sejarah manusiapemilihan suatu
bahasa sebagai lingua franca, yakni bahasa perantara orang yang latar budayanya
berbeda, bahasa kebangsaan, atau bahasa internasional tidak pernah dibimbing
oleh pertimbangan linguistik, logika atau estetika, tetapi selalu oleh patokan
politik, ekonomi, dan demografi.
2.
Pembakuan
Bahasa
Dulu ada anggapan bahwa norma bahasa
baku didasarkan pada ragam tinggi Melayu-Riau, perkembangan bahasa Indonesia
dewasa ini menunjukkan bahwa pemilihan norma itu tidak monosentris lagi. Sambil
merunut sejarah pengaruh kepustakaan Balai pustaka, yang redakturnya banyak
yang berbahasa ibu Minangkabau, bahasa pers dan bahasa persuratan kepegawaian
seebelum perang, serta bahasa media massa dewasa ini yang didukunv oleh penutur
yang bermacam-macam bahasa ibunya, maka dapat dikatakan bahwa dasar penentuan
norma bahasa Indonesia sudah majemuk sifatnya.
Secara tentatif, dapat dikatakan bahwa
dewasa ini ada 2 perangkat norma bahasa yang bertumpang tindih. Yang satu
berupa norma yang dikodifikasi dalam bentuk buku tata bahasa sekolah dan yang
diajarkan pada para siswanya. Yang lain ialah norma berdasarkan adat pemakaian
(usage) yang belum dikodifikasi secara resmi dan yang antara lain dianut oleh
kalangan media massa dan sastrawan muda. Keduanya bertumpang tindih karena
disamping berbagai inti bersama ada norma yang berlaku di sekolah, tetapi yang
tidak diikuti oleh media massa dan sebaliknya.
3.
Bahasa
Baku
Sejarah umum perkembangan bahasa
menunjukkan bahwa ragam bahasa orang yang berpendidikan memperoleh gengsi dan
wibawa yang tinggi dalam masyarakat. Selain karena ragam bahasa itu digunakan
oleh kalangan yang terpelajar, ragam itu dapat pula menjadi pemuka diberbagai
bidang kehidupan yang penting. Ragam itulah yang dijadikan patokan dalam
pemakaian bahasa yang benar. Fungsinya adalah untuk menghasilkan nama bahasa
baku atau bahasa standar.
Ragam bahasa standar bersifat kemantapan
dinamis, yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Baku atau standar tidak
dapat berubah setiap saat.
Ciri kedua yang menandai bahasa baku
ialah sifat kecendekiaannya. Perwujudan dalam kalimat, paragraf dan satuan
bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang
teratur, logis dan masuk akal. Proses pencedekiaan bahasa itu sangat penting
karena pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber
pada bahasa asing harus dapat dilangsungkan lewat buku bahasa Indonesia. Akan
tetapi karena proses bernalar secara cendekia bersifat semesta dan bukan
monopoli suatu bangsa semata-mata, pencendekiaan bahasa Indonesia tidak perlu
diartikan sebagai pembaratan bahasa.
Ciri ketiga yang menandai ragam bahasa
baku adalah proses pembakuan sampai tarat tertentu yang berarti proses
penyeragaman kaidah, bukan penyeragaman ragam bahasa atau penyeragaman variasi
bahasa.
4.
Bahasa
yang Baik dan Benar
Bahasa yang benar adalah bahasa yang
menikuti kaidah yang dibakukan atau yang dianggap baku. Jika orang masih
memperdebatkan tentang benar atau tidaknya suatu bentuk bahasa, menandakan
bahwa tidak atau belum adanya bentuk baku yang mantap. Jika dipandang dari
sudut itu, kita berhadapan dengan bahasa yang semua tatarannya sudah dibakukan,
atau yang sebagian sudah dibakukan sedangkan bagian yang lain masih dalam
proses pembakuan, ataupun yang semua bagiannya belum atau tidak akan dibakukan.
Bahasa Indonesia termasuk golongan yang kedua. Kaidah ejaan dan pembentukan
istilah kita seudah distandarkan, kaidah pembentukan kata yang sudah tepat
dianggap baku, tetapi pelaksanaan patokan itu dalam kehidupan sehari-hari belum
mantap.
Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi
menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa
yang baik atau tepat. Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak perlu beragam
baku. Dalam tawar-menawar di pasar misalnya, pemakaian ragam baku akan
menimbulkan kegelian, keheranan atau kecurigaan.
Kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi
tidak benar. Frasa seperti “ini hari” merupakan bahasa yang baik sampai tahun
80-an dikalangan para makelar karcis bioskop, tetapi bentuk itu tidak merupakan
bahasa yang benar karena letak kedua kata dalam frasa ini terbalik.
Berbahasa Indonesia yang baik dan benar
dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya, disamping
mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang Baik dan
Benar” mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan
kebenaran.
5.
Hubungan
Bahasa Indonesia dengan Bahasa Daerah dan Bahasa Asing
Bahasa Indonesia, bahasa asing dan
bahasa daerah memiliki fungsi kemasyarakatan yang khusus, diantaranya :
a.
Fungsi bahasa resmi
pada taraf nasional atau daerah, misalnya, dijalankan oleh bahasa Indonesia.
Hal ini berarti dalam urusan tata usaha, peradilan dan penyelenggaraan politik,
yang dipakai adalah bahasa Indonesia. Sedangkan dalam upacara adat, bahasa
resmi yang dipakai adalah bahasa daerah. Sementara dalam peretemuan
internasional, bahasa asing diakui pula sebagai bahasa resmi disamping bahasa
Indonesia.
b.
Fungsi bahasa
perhubungan luas. Dalam fungsi ini, bahasa Indonesia menjadi alat penghubung
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan, pemerintahan, dan
pelaksanaan pembangunan. Sedangkan bahasa asing berfungsi sebagai alat
penghubung antar bangsa dan untuk perolehan ilmu dan teknologi modern.
c.
Fungsi bahasa dalam
pendidikan formal. Hal ini berkaitan dengan tujuan pendidikan. Pertama,
bagaimana siswa dapat memperoleh kemahiran dalam mempergunakan bahasa
kebangsaannya demi pemerataan kesempatan bekerja yang mensyaratkan kemampuan
itu. Kedua, bagaimana orang dapat memahami bahasa etnisnya sehingga ia dapat
menghayati dan mewariskan budayanya. Ketiga, bagaimana orang dapat mempelajari
jenis bahasa asing yang akan membukakan gerbang baginya ke dunia ilmu dan
teknologi modern dan ke berbagai peradaban lain yang layak dikenal.
d.
Fungsi bahasa kesenian,
berhubungan dengan pengungkapan cabang seni lewat bahasa seperti bidang prosa,
puisi, drama, teater dan film.
e.
Fungsi bahasa keilmuan
akan berkembang jika bahasa yang bersangkutan memiliki ragam tulis yang dapat
dipakai untuk merekam penelitian dan pengolahan ilmu serta untuk komunikasi
ilmiah dalam berbagai jenis. Dewasa ini fungsi itu terutama dilaksanakan oleh
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Ketiga golongan bahasa tersebut (bahasa
Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing) memiliki hubungan yang erat. Hal ini
tampak pada bentuk kata dan perluasan kosakata. Hingga kini orang masih terlalu
banyak menekankan peran bahasa daerahnya sebagai sumber dan bukan sebagai
penerima. Dalam bahasa daerah masa kini dapat juga disaksikan masuknya unsur
bahasa Indonesia. Sementara dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia, kita
tak dapat terlepas dari pengaruh dunia internasional karena komunikasi
antarbangsa memang tidak dapat dicegah. Dalam hal ini, bahasa Indonesia dapat
memanfaatkan bahasa-bahsa asing yang dapat memberi sumbangan untuk
mengembangkan bahasa nasional.
Sumber : Hasan Alwi dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, edisi
ketiga, Pusat Bahasa dan Balai pustaka, Jakarta, 2003, hlm 1-21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar