Rabu, 11 Mei 2011

SYUKURAN MASYARAKAT JAWA

      
 
           Bagi orang Jawa, tradisi syukuran  yang dilaksanakan secara turun temurun, adalah sebuah proses mistik, yang mana merupakan tahap awal dari proses dalam pencarian keselamatan ( slamet ), yang kemudian diikuti oleh mayoritas orang Jawa dalam menuju ujung pengembaraan dalam kehidupan ini, yakni menuju tahap yang paling akhir, kesatuan kepada Tuhan.

    Slametan merupakan bentuk penerapan sosio - religius orang Jawa, praktek perjamuan yang dilaksanakan bersama - sama dengan para tetangga, sanak keluarga, teman dan sahabat.
Biasanya manusia Jawa sangat menganggap penting tiga ( 3 ) hal dibawah ini:
1. Saat kelahiran
2. Saat perkawinan
3. Saat kematian
"Slametan' yang dilaksanakan biasanya berkaitan dengan tata upacara dari ketiga hal atau fase diatas. Dapat dikatakan bahwa tradisi slametan adalah hal yang perlu dilakukan untuk bersedekah dan dapat digunakan sebagai simbolis "penolak bala" bagi keluarga yang mengadakan slametan. Ritus slametan itu sendiri merupakan cerminan bahwa manusia hendaknya memiliki hubungan erat yang harmonis dengan lingkungan masyarakat dan alam sekitar. Bahwa manusia wajib memelihara kerukunan, saling menjaga dan berintrospeksi dengan masyarakat dan alam adalah sebuah hal yang tidak dapat ditinggalkan. Apabila manusia hanya memenangkan ego sendiri maka hal yang tidak baik akan mengikutinya.
Tradisi slametan di masyarakat Jawa dilaksanakan secara turun temurun, walaupun terkadang ada yang tidak memiliki pengetahuan yang jelas mengenai makna slametan itu sendiri. Tradisi dijalankan lebih merupakan suatu kewajiban dan masyarakat merasakan hal yang kurang lengkap apabila tidak melaksanakannya.
Tradisi slametan konon digali oleh Sunan Kalijaga. Selain tradisi slametan Sunan Kalijaga juga menggagas 'Tahlilan", 'Wayang Kulit', dan tradisi "Ruwatan". Hal ini dikarenakan Sunan Kalijaga sangat berperan secara sentral dalam pengajaran agama dalam budaya dan adat Jawa. Dilakukannya tata tradisi diatas adalah sebagai sarana pengalihan dari tata adat tradisi jaman Kerajaan Hindhu ke tata cara tradisi jaman kerajaan Islam. Tradisi 'Ruwatan' yang merupakan upacara pembersihan untuk membebaskan seseorang dari kemalangan dari akibat yang bukan berasal dari diri sendiri, biasanya selalu diikuti oleh pertunjukan wayang kulit dan tradisi slametan.
Tradisi slametan dilaksakan berkaitan dengan kelahiran seorang bayi ada bbrp hal :
1. Slametan tingkeban, yaitu slametan sang ibu sewaktu mengandung dan usia kandungan genap 7 bulan. Dalam tradisi ini dipercaya bahwa Tuhan 'meniupkan roh' kepada sang calon bayi yang ada dalam kandungan ibu.
2. Slametan kelahiran bayi.
3. Slametan usia bayi 7 hr, dalam slametan ini orang tua mengumumkan nama sang bayi.
4. Slametan selapanan, weton lahir sang bayi, yang berusia 35 hari
5. Slametan 'mitoni', sewaktu usia anak mencapai7 bulan. Dalam slametan ini dikatakan bahwa seluruh keluarga mengucapkan tanda syukur kepada Tuhan.
Dalam keyakinan Kejawen sendiri kita mengenal adanya 'Slametan Weton', yaitu slametan mengucap syukur dan memohon pertolongan dan 'kawelasan' dari Gusti Allah untuk supaya dalam kehidupan kita senantiasa diberkati olehNya. Slametan ini dilaksanakan pada hari weton kita dalam bulan yang sedang berlangsung.

Selain itu ada slametan yang dilaksanakan waktu diadakan acara 'tetak'. Acara ini dilaksanakan apabila anak laki - laki sudah berusia 6 - 12 th. Atau diadakan pada acara 'tetes' apabila sang anak perempuan sudah berusia 8 - 12 th. Makna dari slametan ini adalah mempersipkan sang anak dari sejak dini bahwa sebagai generasi penerus sang anak harus bersih lahirnya dan suci batinnya, serta dapat meneladani segala kebaikan dari para leluhur agar kelak dapat menjadi pemimpin yang baik.

Acara slametan berikutnya dalam masyarakat Jawa adalah sewaktu ada upacara perkawinan, baik itu sebelum maupun setelah acara perkawinan. Slametan ini dilaksanakan juga sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Acara slametan berikutnya adalah disaat adanya kematian, biasanya meliputi :
1. Slametan 3 harian
2. Slametan 7 harian
3. Slametan 40 harian
4. Slametan 100 harian
5. Slametan th ke 1
6. Slametan th ke 2
7. Slametan th ke 3
8. Slametan 1000 hr dst
Ada pula slametan menurut adat Kejawen yang biasa disebut 'Penyempurnaan Roh", yang dilaksanakan pada saat kematian, yang ditandai dengan sesajen 'Tumpeng Ungkur - Ungkur', yang memiliki makna bahwa almarhum/almarhumah telah 'mungkur', meninggalkan dunia ini.

Demikian, kiranya kita dapat mengambil sisi baik dari sebuah budaya dan tradisi Jawa, yang menjadi tugas kita adalah melestarikannya untuk kebaikan putra wayah dan dapat dijadikan sarana untuk mikul dhuwur mendhem jero bagi keselarasan hubungan kita dengan alam dan menjunjung tinggi nilai leluhur yang perlu di uri - uri keberadaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar